Studi Islam Kontemporer
Penulis : M. Rikza Chamami, M SI


Bab I
PASANG SURUT KEBANGKITAN KEBUDAYAAN DAN KEILMUAN:
POTRET DISINTEGRASI ABBASIYAH

Al-Daulah Al-Abbasiyah merupakan dinasti imperium islam kedua yang menggantikanUmayyah pada tahun 132/749. Diasti Abbasiyah berpusat di Baghdad. Dinasti ini memiliki political will (keingian politik)yang benar-benar profesional dan berkibat pada pendewasaan masyarakat dengan melawan dominasi mawalli. Akan tetapi, kekuasaan Abbasiyah akhirnya mengalami disintegrasi yang akhirnya juga mengakibatkan pasang surut atas kebangkitan kebudayaan dan keilmuan.
Perkembangan dinasti Abbasiyah dapat diklasifikasikan menjadi tiga periode: pertama, peride perkembangan dan puncak kejayaan (750-950 M). Kedua, periode disintegrasi (950-1050 M) yang ditandai dengan upaya wilayah-wilayah melepaskan diri dan meminta otonomisasi, serta berkuasanya bani Buwaihi dari persia ke dalam pemerintahan khalifah di Baghdad. Dan ketiga, periode kemunduran dan kehancuran (1050-1250 M).
Zaman pemerintahan Abbasiyah pertama itu merupakan zaman paling sesuai untuk kebangkitan kebudayaan. Kebudayaan akan berkembang dengan luas di kalangan suatu umat apabila umat itu berada dalam keadaan yang tentram dan ekonomi yang stabil.
Tanda-tanda adanya disintegrasi adaklah: pertama, munculnya dinasti-dinasti kecil di barat maupun timur baghdad yang berusaha melepaskan diri atau meminta otonomi. Kedua perebutan kekuasaan oleh dinasti Buwaihi dari persia dan saljuk dari turki di Baghdad, sehingga menjadikan fungsi khalifah bagaikan boneka. Ketiga, lahirnya perang salib antara pasukan islam dengan pasukan salib eropa.


Bab II
KAJIAN KRITIS DIALEKTIKA FENOMENOLOGI
 DAN ISLAM

Tuhan memang tidak terjangkau oleh segenap persepsi indra maupun imajinasi. Islam sebagai agama yang diproduk oleh Tuhan tidak mungkin untuk diketahui aksistensi riinya tanpa kebernian untuk mencarinya. Adapun salah satu pendekatan yang mampu membedah wujud islam adalah dengan fenomenologi.Dalam konteks apapun kita memakai kata fenomenologi, kita ingat kepada pembedaan yang dibawakan oleh kant antara phenomenon atau penampakan realitas kepada kesadaran dan noumenon atau wujud dari realitas itu sendiri.
Fenomenologi dalam konteks psikologi dimaknai bukan suatu ilmu. Tidak ada sistem, tidak ada hipotesa, tidak ada teori. Fenomenologi ialah suatu metode pemikiran, a way of looking at things, pemakaian suatu kaca mata yang berbeda dengan cara berfikir seorang ahli salah satu ilmu. Kajian fenomenologi terhadap esensitas keberagamam manusia muncul karena adanya ketidakpuasan para agamawan terhadap kajian historis yang hanya mengkaji aspek-aspek normativitas agama dari kulit luar atau aspek eksternalnya saja, sedangkan aspek internalitas-kedalaman keberagamaan kurang tersentuh.

Bab III
FILSAFAT MATERIALISME KARL MARK DAN
FRIEDRICK ENGELS

Filsafat seringkali disebut sebagai ilmu yang menyelidiki dan menentukan tujuan terakhir serta makna terdalam dari realita manusia. Yang dimaksud dengan realita manusia adalah manusia yang diberi akal dan akal itu digunakan untuk berfikir, sehingga sering dikatakan manusia sejati yang berpotensi "memanusiakan manusia". Mark dan Engels inilah yang akan menjawab ketidakpuasan tehadap idealisme maupun positivisme. Karena kedua aliran filsafat itu hanya mampu melahirkan gagasan yang sifatnya abstrak, dan tidak mampu menunjukkan kreasi riil berbentuk materi.
Materialisme muncul sebagai reaksi ketidaksepakatan terhadap positivisme dan idealisme. Ajaran materialis bahwa manusia itu adalah hasil keadaan dan didikan, dan manusia yang berubah adalah hasil keadaan lain, dan didikan yang berubah, melupakan bahwa manusialah yang mengubah keadaan dan bahwa pendidik itu sendiri memerlukan pendidikan.
Selain menelurkan gagasan materialisme, mark juga melontarkan kritik terhadap agama. Agama merupakan teori umum tentang dunia itu. Agama merealisasi inti manusia dengan cara fantastis karena inti manusia belum memiliki realitas yang nyata.


Bab IV
SKEPTISISME OTENTITAS HADITS:
KRITIK ORIENTALIS IGNAZ GOLDZIHER

Pemahaman hadits sebagaimana lazimnya ini ternyata tidak dilakukan semua orang. Mungkin di internal kaum muslim banyak yang mempunyai pemahaman dan keyakinan secara uniform. Akan tetapi di luar islam ada kalangan yang meragukan hadits sebagai sabda Nabi yang bersifat suci. Tidak dipungkiri, kritik hadits yang dilakukan para orientalis itu tidak sama dengan apa yang dilakukan para ulama.
Kajian dan penelitian kedua orientalis (Ignaz Goldziher dan Joseph Schacht) ini menyimpulkan tidak adanya otentisitas/keshahihan hadits Nabawi khususnya yang berkaitan dengan hukum islam. Mereka juga berpendapat bahwa hadits bukan berasal dari Nabi Muhammad SAW, melainkan sesuatu lahir pada abad pertama dan kedua hijrah, dengan kata lain hadits hanyalah buatan para ulama.
Ada hikmah dibalik skeptisisme otentitas hadits yang dikemukakan oleh Goldziher, bahwa umat islam hendaknya harus tergugah semangatnya untuk meneliti keaslian hadits secara ilmiah, tidak hanya percaya dengan doktrinasi agama yang sifatnya normative dan persuasive.


Bab V
TELAAH SOSIO-KULTURAL: MANHAJ AHLUL MADINAH

Manhaj ahlul Madinah lahir dalam kondisi yang memberika iklim kesejukan di dalam memahami hukum Allah. Begitu pula ketika berbicara tentang ahlul hadits maka kita juga akan mengenal ahlul ra'yu. Dalam berijtihad ahlul ra'yi mendahulukan pendapat akal daripada hadits-hadits ahad. Sedangkan ahlul hadits lebih mengutamakan hadits ahad dripada akal.
Walaupun ahlul hadits mempunyai keutamaan dalam memegang hadits dan mengumplkannya, namun menjadi sebab yang tidak langsung bagi timbulnya hadits-hadits palsu.


Bab VI
POSTMODERNISME: REALITAS FILSAFAT
KONTEMPORER

Istilah "Posmodernisme" bisa menunjuk pada berbagai arti yang berbeda, bisa berarti: aliran pemikiran filsafat; pembabakan sejarah; ataupun sikap dasar/etos tertentu. Ia menjadi istilah payung yang memayungi demikian beragam gelagat di berbagai bidang, bahkan yang saling bertentangan sekalipun. Daa paradigma Lyotard, kondisi posmodernisme adalah kondisi ketidakpercayaan sosial atas metanarasi. Metanarasi diartikan sebagai cerita atau teori keseluruhan tentang sejarah dan tujuan dari manusia yang menjadi dasar dan pengabsahan pengetahuan dan praktek budaya.
Diskursus posmodernisme yang memang tampil mencolok dalam arsitektur, sastra, seni lukis, dan filsafat kontemporer, haruslah pertama kali dipahami sebagai fenomena budaya masyarakat barat pasca-industri, yakni high tech media society. Perjalanan fase posmodernisme kian bararti, hingga masuk dalam wilayah agama. Agama dijadikan titik tumpu perkembangan gerakan intelektual ini. Pada akhirnya agama mampu menjawab dan berjalan dengan diskursus ini.


Bab VII
POTRET METODE DAN CORAK
TAFSIR AL-AZHAR

Al-Qur'an adalah firman Allah yang di turunkan jkepada Nabi SAW melalui malaikat Jibril dengan jalan Mutawatir. Di awali dari surat Al-Fatihah dan di akhiri surat An-Nas. Mendapat pahala bagi yang membacanya. Agama memang membutuhkan tafsir untuk memudahkan umatnya memahami pesan Tuhan dalam kitab sucinya. Salah satu kitab tafsir yang terbit di Indonsia adlah Tafsir Al-Azhar karya Hamka.
Tafsir Al-Azhar menggunakan metode tahlili (analisis). Yang dimaksud dengan metode analisis ialah menafsirkan Al-Qur'an dengan memaparkan segala aspek yang terkandung di dalam ayat-ayat yang ditafsirkan itu serta menerangkan makna yang tecakup di dalamnya, sesuai dengan keahlian dan kecenderungan mufassir yang menafsirkan ayat-ayat tersebut. Dalam metode ini biasanya mufassir menguraikan makna yang dikandung ayat demi ayat sesuai dengan urutan mushaf.
Corak yang dikedepankan oleh Hamka adalah al-adabi alijtima'i-sufi ialah corak tafsir yang berusaha mengemukakan ungkapan al-Qur'an secara teliti dan selanjutnya menjelaskan makna al-Qur'an.


Bab VIII
DISKURSUS METODE HERMENEUTIKA AL-QUR'AN

Kecenderungan umat islam pada saat ini lebih suka mengkonsumsi al-Qur'an secara langsung ketimbang memandangnya lebih dulu dengan metode studi ilmiah kontemporer. Oleh sebab itu diperlukan metode Hermeneutika untuk menyelaraskannya.
Mengenal istilah hermeneutika dalam konteks al-Qur'an memang seringkali dinilai rancu. Ini disebabkan hermeneutika muncul dari tradisi barat yang banyak dihasilkan oleh orang-orang non-islam. Sementara al-Qur'an sebagai kitab suci agama islam tidak mungkin menerima begitu saja metode yang dipakai orang barat. Oleh sebab itu hermeneutika perlu dijabarkan lebih lanjut akan makna dan penerpannya.
Meskipun teks al-Qur'an demikian inspiratif, namun cukup mengherankan bahwa dalam sejarahnya ternyata perbincangan mengenai problem hermeneutis tidak muncuuul seiring kemunculan teks al-Qur'an dalam sejarah. Patut diperhatikan bahwasannya al-Qur'an dalam perspektif hermeneutika ini lebih dipahami dalam dimensi relasionalnya daripada sebagai satu fenomena atau katagori keagamaan yang absolut.


Bab IX
JAWA DAN TRADISI ISLAM
PENAFSIRAN HISTORIOGRAFI JAWA MARK R WOODWARD

Secara garis besar, Mark R. Woodward mengungkap tentang kondisi masyarakat Jawa dan Tradisi Islam dengan menggunakan data teks Jawa dan etnografis. Secara historis sesungguhnya terdapat kesulitan untuk memastikan tentang kehadiran Islam pertama kali di Jawa. Akan tetapi adanya catatan pada nisan kubur Fatimah Binti Maimun di Laren ini di jadikan sebagai bukti yang kongkrit bagi kedatangan Islam di Jawa, paling tidak dalam arti ada muslim yang bermukim.
Mark R. Woodward berpendapat bahwa "Islam Jawa" atau disebut juga "Kejawen" sejatinya bukan sinkretisme antara Islam dan Jawa (Hindu dan Budha), tetapi tidak lain hanylah varian Islam, seperti halnya berkembang Islam Arab, Islam India, Islam Syiria, Islam Maroko, dan lain-lainnya. Konflik yang muncul dengan adaya Islam Jawa dipandang bukan sebagai konflik antaragama, melainkan konflik internal Islam, yakni antara Islam normatif dan Islam kultural. Perselisihan keagamaan tidak didasarkan pada penerimaan yang berbeda terhadap Islam oleh orang-orang Jawa dari berbagai posisi sosial, tetapi pada persoalan lama Islam mengenai bagaimana menyeimbangkan dimensi hukum dan dimens mistik.


Bab X
REINTERPRETASI
PROFIL PERADABAN ISLAM

Peradaban dan perubahan merupakan dua peristiwa yang tidak bisa dipisahkan satu sama lain karena manusia merupakan pelaku utama kegiatan untuk membangun peradaban itu. Istilah peradaban Islam disini adalah peradaban umat Islam yang lahir dari motivasi keagamaan dan diwujudkan dalam berbagai bentuk, yang mana bisa. Pada dasaarnya landasan "peradaban Islam" adalah "kebudayaan Islam" terutama wujud idealnya, sementara landasan "kebudayaan Islam" adalah agama. Kajian tentang peradaban Islam sekarang ini memang sudah menganut pendapat bahwa kebudayaan Islam tidak lagi satu, tetapi sudah terdapat beberapa peradaban Islam.
Sepintas, peradaban barat memang lebih maju dari peradaban Islam , antara lain dibuktikan dengan perkembangan ekonomi, teknologi, dan stabilitas kehidupan sosial-politik yang dicapai barat. Namun bila dikaji lebih dalam, kemajuan sains dan teknologi yang menjadi basis fundamental bangunan peradaban barat justru telah menelantarkan dunia diambang pintu krisis global yang semakin mengkhawatirkan. 



  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS

0 komentar:

Posting Komentar